Minggu, 22 April 2018

Tugas Terstruktur Tatap Muka ke-2 dan ke-3

Tugas Tatap Muka ke-2 dan ke-3
1.      Menurut cognitive theory of multimedia learning bahwa ada tiga asumsi utama yang dijadikan acuan dalam merancang suatu multimedia pembelajaran. Jelaskan ketiga asumsi tersebut dengan memberikan contoh masing-masing media yang relevan untuk pembelajaran kimia.
Jawab:
Sweller mengungkapkan, “Cognitive Load Theory (CLT) began as instructional theory based on our knowledge of human cognitive architecture. Cognitive Load Theory merupakan suatu teori yang diperkenalkan sebagai teori pengajaran yang berdasar pada pengetahuan dari arsitektur kognitif manusia yang kita miliki. Prinsip utama Cognitive Load Theory adalah kualitas dari pembelajaran akan meningkat jika perhatian dikonsentrasikan pada peran dan keterbatasan memori kerja. Clark dkk mengungkapkan bahwa terdapat Cognitive Load Theory dalam memori kerja, yaitu 1) intrinsic cognitive load, 2) germany cognitive load, dan 3) extraneous cognitive load (Kuan, 2010).
a) Intrinsic Cognitive Load
Intrinsic Cognitive Load bergantung pada tingkat kesulitan dari suatu materi. Akan tetapi dengan teknik penyajian yang baik, yaitu yang tidak menyulitkan pemahaman peserta didik, akan mengelola Intrinsic Cognitive Load . Pemahaman suatu materi dapat dengan mudah terjadi jika pengetahuan sebelumnya dapat dipanggil dari memori jangka panjang. Oleh karena itu, jika pengetahuan tersebut dapat otomatis dipanggil ke memori kerja, maka dapat mengelola Intrinsic Cognitive Load.
Misalnya menjelaskan materi ikatan kimia. Terlebih dahulu kita menjelaskan tentang struktur atom. Materi struktur atom ini telah dipelajari pada beberapa pertemuan sebelumnya. Maka untuk memanggil kembali memori siswa, bias digunakan media molymod (model struktur atom).
b) Germany Cognitive Load
Germany Cognitive Load adalah beban yang relevan atau menguntungkan yang dikenakan oleh metode pengajaran yang mengarah pada hasil belajar yang lebih baik (Kuan, 2010:7). Germany Cognitive Load ini relevan dengan tujuan pengajaran. Dengan pemberian motivasi kepada siswa dan pemberian contoh soal dapat meningkatkan Germany Cognitive Load .
c) Extraneous Cognitive Load
Extraneous Cognitive Load bergantung pada cara pesan-pesan instruksional tersebut dirancang-yakni, pada cara materi tersebut ditata dan disajikan (Mayer, 2009:74). Penyajian materi yang tidak dirancang dengan baik, maka individu harus menghadapi pemrosesan kognitif yang tidak relevan. Jika penyajian materi dirancang dengan baik, maka Extraneous Cognitive Load-nya sangat kecil. Misalnya pembelajaran dengan multimedia, jika pada slide-nya hanya disajikan tulisan saja, dibandingkan dengan slide yang berisi tulisan atau gambar yang relevan, maka Extraneous Cognitive Load-nya lebih rendah dibandingkan slide yang berisi tulisan saja. Selain itu, desain pembelajaran yang tidak efisien akan menambah Cognitive Load yang tidak diperlukan.
Ketiga jenis Cognitive Load diatas berada dalam memori kerja yang memiliki kapasitas terbatas. Untuk materi yang tingkat kesulitannya tinggi, yaitu materi yang kompleks, maka Exstraneous Cognitive Load harus ditekan serendah mungkin sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Dalam pembelajaran, kelebihan Cognitive Load tergantung pada tingkat kompleksitas atau tingkat kesulitan dari materi yang dipelajari, yaitu penyebab intrinsic cognitive load. Jika materi yang harus dipelajari memiliki intrinsic cognitive load tinggi, maka desain pembelajaran harus diorganisasi sedemikian rupa agar exstraneous cognitive load dapat ditekan seminim mungkin. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelebihan cognitive load. Oleh karena itu, pembelajaran yang efektif terletak pada optimasi cognitive load dalam kapasitas memori kerja siswa yang terbatas (Kuan, 2010:7). Optimasi cognitive load ini dapat dicapai dengan mengelola intrinsic cognitive load, mengurangi extraneous cognitive load, dan meningkatkan germany cognitive load (Kalyuga dalam Kuan, 2010:7). Berikut adalah model pembelajaran efektif menurut Clark dkk. (dalam Kuan, 2010:7

2.   Jelaskan bagaimana teori dual coding dapat diadaptasikan dalam menyiapkan suatu multimedia pembelajaran  kimia
Jawab:
Teori dual coding yang dikemukakan Allan Paivio (Paivio, 1971, 2006) menyatakan bahwa informasi yang diterima seseorang diproses melalui salah satu dari dua channel, yaitu channel verbal seperti teks dan suara, danchannel visual (nonverbal image) seperti diagram, gambar, dan animasi. Kedua channel ini dapat berfungsi baik secara independen, secara paralel, atau juga secara terpadu bersamaan (Sadoski, Paivio, Goetz, 1991). Kedua channel informasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Channel verbal memroses informasi secara berurutan sedangkan channel nonverbal memroses informasi secara bersamaan (sinkron) atau paralel.
Aktivitas berpikir dimulai ketika sistem sensory memory menerima rangsangan dari lingkungan, baik berupa rangsangan verbal maupun rangsangan nonverbal. Hubungan-hubungan representatif (representational connection) terbentuk untuk menemukan channel yang sesuai dengan rangsangan yang diterima. Dalam channel verbal, representasi dibentuk secara urut dan logis, sedangkan dalam channel nonverbal, representasi dibentuk secara holistik. Sebagai contoh, mata, hidung, dan mulut dapat dipandang secara terpisah, tetapi dapat juga dipandang sebagai bagian dari wajah. Representasi informasi yang diproses melalui channel verbal disebut logogen sedangkan representasi informasi yang diproses melalui channel nonverbal disebut imagen .
Menurut teori Dual Coding yang dikemukakan oleh Paivio, kedua channel pemrosesan informasi tersebut tidak ada yang lebih dominan. Namun demikian, Carlson, Chandler, dan Sweller tahun 2003 dalam (Ma, (?)) telah melakukan sebuah riset untuk melihat apakah pembelajaran yang dilakukan melalui diagram atau teks akan membantu kegiatan belajar. Carlson dan kawan-kawan mengasumsikan bahwa karena diagram lebih lengkap dibandingkan teks, dan dengan diagram seseorang mampu menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lainnya, maka orang yang belajar melalui diagram akan lebih berprestasi dibandingkan dengan orang yang belajar dengan menggunakan teks saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk bahan belajar yang memiliki tingkat interaktivitas tinggi, kelompok yang belajar dengan menggunakan diagram memiliki prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya belajar dengan teks. Untuk bahan belajar yang tidak memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi, kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan prestasi yang signifikan.
Sebagai tambahan kesimpulan dari teori dual coding ini jika dikaitkan dengan bagaimana seseorang memroses suatu informasi baru, dapat dinyatakan bahwa teori ini mendukung pendapat yang menyatakan seseorang belajar dengan cara menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge). Peneliti berpendapat bahwa seorang tenaga pemasaran yang memiliki masa kerja lebih lama juga memiliki prior knowledge yang lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang memiliki masa kerja lebih pendek, sehingga dapat diharapkan bahwa para tenaga pemasaran yang memiliki masa kerja lebih lama akan lebih mudah memahami informasi baru yang disampaikan.
Teori Dual Coding juga menyiratkan bahwa seseorang akan belajar lebih baik ketika media belajar yang digunakan merupakan perpaduan yang tepat dari channel verbal dan nonverbal (Najjar, 1995). Sejalan dengan pernyataan tersebut, peneliti berpendapat bahwa ketika media belajar yang digunakan merupakan gabungan dari beberapa media maka kedua channel pemrosesan informasi (verbal dan nonverbal) dimungkinkan untuk bekerja secara paralel atau bersama-sama, yang berdampak pada kemudahan informasi yang disampaikan terserap oleh pembelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar